Komponen utama perancangan arsitektur bangunan publik di propinsi Riau pada umumnya adalah penggunaan 3 elemen arsitektural berupa
Singap
Selembayung
Lebah bergayut
Secara menyeluruh ditiap wilayah kota dan kabupaten, ketiga elemen ini menjadi semacam ‘keharusan’ (kalo tidak ingin disebut sebagai ancaman dan pasungan kreatifitas) untuk ditampilkan dibangunan" publik terutama di bangunan pemerintahan. Jika tidak diterapkan maka bisa” disain si arsitek akan ditolak oleh pengguna jasa.
Apakah ini akan menjadi corak arsitektur melayu hari ini ?
Sekarang coba lihat kemungkinan berikut ;
Abad 19, arsitektur bangunan melayu menggunakan singap, selembayung dan lebah bergayut
Abad 20, arsitektur bangunan melayu menggunakan singap, selembayung dan lebah bergayut
Abad 21, arsitektur bangunan melayu tetap menggunakan ketiga elemen tersebut.
Tapi, pada abad 21 seorang anak berkunjung ke museum dengan memegang catatan ditangan sebagai siswa yang sedang melaksanakan penelitian untuk tugas sekolahnya yang berjudul ‘ Corak Arsitektur Melayu Dari Zaman ke Zaman’.
Apa yang dilakukannya ?
tidak dapat mencatat adanya corak arsitektur pada bangunan yang secara khusus dapat dianggap mewakili abad 20 dan 21. So, hilang sudah bukti yang dapat dianggap sebagai parameter ketinggian peradaban bangsa melayu
-kita tidak memiliki arsitektur gothic
-kita tidak memiliki arsitektur modern
-kita tidak memiliki arsitektur post modern
-kita tidak memiliki arsitektur dekonstruksi
-bahkan kita bukan pemilik arsitektur melayu
yang kita miliki hanyalah arsitektur copy paste !
Siswa tadi bilang ke gurunya,
'Pak ! gak ada referensi sama sekali untuk menunjukkan ketinggian peradaban bangsa melayu diabad 20 dan abad 21 dalam pengetahuan arsitekturnya kecuali apa yang telah ada dari abad 19 atau bahkan lebih lampau dari itu yang terus ditiru hingga hari ini...ada singap, ada selembayung dan ada lebah bergayut yang disainnya itu” juga'.
?????
Keliatannya akan cukup membuat kesal bagi arsitek yang berkarya diabad 20 dan abad 21kalo hasil perencanaannya akhirnya gak dianggap sebagai bukti sejarah yang mewakili zamannya. kalo akhirnya hasil perencanaannya hanya dianggap sebagai sebuah kerancuan, apakah ini dari peradaban abad 19 ato peradaban 21. Jadi, dari uraian diatas sikap apa yang mesti diambil arsitek" hari ini?
Apa mesti keukeh bersikap idealis dengan ide” brilian dan melupakan saja 'keharusan' 3 komponen disain tadi ?
Bisa” anda gak makan karma gak kebagian proyek nantinya.
Dilema ?
Gak juga sih, arsitektur melayu butuh ide” baru yang dapat mengkolaborasikan antara ‘keinginan’ tetap melanjutkan corak arsitektur melayu melalui tiga elemen yang disebut diatas dengan kebrilianan arsitek sehingga nantinya muncul model arsitektur melayu yang utuh yang mewakili zamannya.
Gimanapun arsitektur melayu butuh berevolusi dengan caranya sendiri.
Free your Imagination !
0 komentar:
Posting Komentar